Penerimaan Siswa Baru, Silahkan daftarkan putra/putri anda DI MA, MTs, Pesantren, dan atau Panti Asuhan Kami. Segera !!!

Tentang "Maa na’buduhum illaa liyuqorribuunaa ilalLah zulfa"

Oleh: KH. Ahmad Halimy, SE., M.Pd.I.

Potongan ayat QS. Az Zumar ayat 3 ini adalah salah satu ayat yang paling sering diajarkan untuk menolak tawassul, ataupun untuk mengesahkan teori Ibn Taimiyah bahwa orang orang musyrik di zaman Nabi bertauhid rububiyyah, tapi tidak bertauhid uluhiyyah. Sebuah pendapat –yang setahu saya—baru muncul di masa Ibn Taimiyah. Bukan pendapat ulama’ salaf. 

Saking seringnya diajarkan bahkan dalam pelajaran dan ujian Sejarah Kebudayaan Islam (yang saya pernah ditugas mengajarkannya) di tingkat MA. az Zumar ayat 3 ini masuk dalam materi pembelajaran di beberapa buku teks SKI, dan pernah keluar sebagai soal ujian madrasah. Hal yang mengherankan mengingat SKI bukanlah pelajaran aqidah akhlaq, dan teori tauhid Ibn Taimiyah ini bukanlah teori yang diterima kebanyakan ulama’, kecuali para pengikut beliau dari kelompok salafi wahhabi. Lengkapnya az Zumar ayat 3 berbunyi : 

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ ۚ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ (3)
Ketahuilah bagi Allah-lah agama yang murni, dan orang orang yang menjadikan yang selainnya sebagai wali (sesembahan), (berkata) : kami tak menyembah mereka kecuali untuk mendekatkan kami kepada Allah. Sesungguhnya Allah yang akan memutuskan apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tak akan member hidayah pada orang yang berdusta lagi suka durhaka.

Potongan ayat yang sering dikutip adalah #maa na’buduhum illaa liyuqorribuunaa ilalLah zulfa. Ini adalah ucapan orang orang musyrik Makkah ketika ditanya kenapa mereka menyembah berhala. Mereka menjawab mereka menyembah berhala untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah. Oleh beberapa kalangan, ayat ini kemudian “dihantamkan” pada orang orang yang suka tabarruk dengan ziarah kubur. Mereka mengatakan bahwa mereka yang suka ziarah ini telah menyembah ahli kubur dengan alasan untuk mendekatkan diri kepada Allah, sehingga sebutan ubbadul qubur (penyembah kuburan) sering disandangkan pada mereka.

Kesalahan  memahami ayat ini terletak paling tidak dalam 3 hal :

#Pertama. Anggapan bahwa ucapan orang orang musyrik ini adalah ucapan yang jujur, sehingga alasan mendekatkan diri kepada Allah dianggap sebagai “benar benar” alasan mereka menyembah berhala. Padahal asumsi ini tidaklah benar. 

Perhatikan akhir ayat “InnalLoha laa yahdi man huwa kadzibun kaffar” (Allah tak akan memberi hidayah pada pendusta dan yang suka kufur). Akhir ayat ini menunjukkan bahwa ucapan orang musyrik Maa na’buduhum illaa liyuqorribuunaa ilalLah zulfa adalah ucapan dusta, ditandai oleh sikap mereka yang suka menentang perintah Allah.

Bukti kedustaan mereka yang lain adalah keberanian mereka mencela Allah sebagaimana dijelaskan dalam al Qur'an al An'am : 108 :
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
Janganlah kalian mencela orang orang yang menyeru selain Allah, lalu mereka mencela Allah dengan dholim tanpa menggunakan ilmu

Ayat ini menunjukkan bahwa orang orang musyrik itu jika tuhan tuhan mereka (berhala berhala itu) dicela oleh para sahabat, mereka membalasnya dengan mencela Allah. Sehingga Allah melarang para sahabat mencela sesembahan orang musyrik, sebagaimana dijelaskan dalam tafsir al Baghowi tentang sabab nuzul ayat ini. Ini menunjukkan bahwa Allah SWT di mata orang musyrik ini tidaklah dianggap sebagai Tuhan yang berkuasa dan perlu ditakuti, sehingga mereka berani mencela Allah SWT. Dengan demikian gugurlah tesis Ibn Taimiyah bahwa orang orang musyrik bertauhid rububiyyah kepada Allah SWT, karena seandainya mereka meyakini bahwa Allah satu satunya yang mencipta, mengatur dan memiliki alam semesta, niscaya mereka tak akan berani mencela Allah SWT. 

Bukti lainnya adalah ucapan Abu Sufyan sewaktu masih kafir dan menjadi panglima perang kaum musyrikin dalam perang menghadapai kaum muslimin “u’lu Hubal” (tinggilah engkau wahai Hubal), yang menunjukkan bahwa berhala Hubal di mata kaum musyrikin Makkah waktu lebih mulia dan lebih dimuliakan dibandingkan Allah SWT.

Jadi ucapan maa na’buduhum illaa liyuqorrribuuna ilalLah zulfa dari kaum musyrikin adalah ucapan dusta yang mereka ucapkan sebagaimana ditegaskan oleh akhir ayat az Zumar : 3 sendiri.

#Kesalahan kedua, adalah menjadikan ayat ini sebagai larangan tawassul dan tabarruk. Kesalahan ini jelas, karena orang orang musyrik mengatakan na’buduhum (menyembah berhala), sementara kaum muslimin yang melakukan tawassul dan tabarruk tidaklah menyembah penghuni kubur. Ziarah yang dilakukan dalam rangka tabarruk ada dalilnya sejak zaman salaf, dan dalam ziarah itu tak ada unsur penyembahan kepada ahli kubur. Yang biasa dilakukan biasanya membaca Qur’an, tahlil atau paling banter “bertawassul” dalam berdoa kepada Allah dengan ahli kubur yang diyakini sebagai orang sholeh ini. Dalilnya ada, pendapat ulama’nya banyak, contoh dari para ulama’ salafpun ada. Maka menyamakan ziarah kubur wali dan para ulama’ ini dengan penyembahan berhala oleh kaum musyrik yang diterangkan dalam QS. Az Zumar : 3 adalah penyamaan yang berlebihan dan tidak pada tempatnya.

Adapun jika ada sebagian kaum muslimin yang salah dalam cara berziarah atau bertawassul (sebagaimana ditanyakan pada Syaikh Ali Jum’ah tentang adanya sekelompok peziarah yang bertawaf mengelilingi makam), maka tugas kitalah untuk menjelaskan cara ziarah dan tawassul yang benar, dan bukan mengkafirkan mereka. Sebagaimana Rasulullah ketika disujudi oleh Abdullah ibn Mas’ud sepulang dari wilayah Syam dengan alasan bahwa ini cara penghormatan bagi para pembesar Romawi di Syam, beliau tidak mengkafirkan Ibn Mas’ud, namun hanya memberitahukan bahwa bersujud pada makhluk tidak dibolehkan.

#Kesalahan ketiga. Ayat az Zumar : 3 ini diturunkan tentang orang orang musyrik, dan bukan tentang kaum muslimin. Menggunakan ayat yang diturunkan untuk orang orang kafir untuk menyerang sesama muslim, sebagaimana ditegaskan oleh Abdullah ibn Umar, adalah kebiasaan orang khowarij yang suka menganggap kafir kaum muslimin yang berbeda pandangan dengan mereka. Apakah pola khowarij ini yang dipakai dalam memahami ayat ini oleh sekelompok kaum muslimin ? Entahlah, karena setahu saya kelompok salafi wahhabi tak pernah suka dikonotasikan dengan kelompok khowarij..

walLohu a’lam.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tentang "Maa na’buduhum illaa liyuqorribuunaa ilalLah zulfa""

Posting Komentar