Penerimaan Siswa Baru, Silahkan daftarkan putra/putri anda DI MA, MTs, Pesantren, dan atau Panti Asuhan Kami. Segera !!!

Jalan Asyairoh Maturidiyyah dalam Memahami Nash Mutasyabih

Oleh : KH. Ahmad Halimy
Ada satu bait syair sangat masyhur dari kitab nadhom Jauharatut Tauhid yang banyak diajarkan di pesantren di Indonesia. Syair ini dikutip Syaikh Yusuf Qordlowi dalam pengantarnya terhadap kitab Al Qoulut Tamam bi Itsbatit Tafwidl Madzhaban lis Salafil Kirom (Ucapan Paripurna, untuk Menetapkan Tafwidl sebagai Madzhab Salaf) yang ditulis Syaikh Saif Al Ashri. Bait itu berbunyi :

وكل نص اوهم التشبيها
اوله از فوض ورم تنزيها

Setiap Nash (Qur'an atau Hadits) yang menunjukkan tasybih ( keserupaan Allah dengan makhluq, antropomorfis)

Maka ta'willah (berikan makna majaz) atau pasrahkan maknanya, dan hendaklah kau menuju kepada tanzih (mensucikan Allah dari menyerupai makhluq)

Bait pendek ini menjelaskan bagaimana Asyairoh memahami Nash Mutasyabih, atau kadang disebut sebagai Nash Shifat, seperti kata : Yad, Ayn, Wajh, Saq atau semacamnya yang secara dhohir merupakan jarihah atau anggota tubuh manusia. Termasuk di antaranya adalah kata istawa yang menjadi perdebatan sangat amat klasik sejak masa salaf.

Cara pertama adalah tafwidl : memasrahkan makna kata tersebut kepada Allah dan RasulNya, setelah memalingkannya dari makna dhohir yang meniscayakan jism atau jarihah (anggota badan). Cara ini disebut manhaj salaf.

Sangat terkenal ucapan Imam Sufyan Ibn Uyainah (w. 198 H), alim terkenal dari Makkah yang menjadi guru Imam Syafi'i :

كل ما وصف الله من نفسه فى كتابه فنفسيره تلاوته والسكوت عليه

Segala sifat yang Allah mensifati DzatNya dengan sifat tersebut dalam kitabNya, maka tafsirnya adalah dengan dibaca saja dan diam (tidak membahasnya).

Atau seperti ucapan murid beliau, Imam Muhammad ibn Idris asy Syafi'i (w. 204 H.) :

ءامنت بالله وبما جاء عن الله على مراد الله وءامنت برسول الله وبما جاء عن رسول الله على مراد رسول الله

Aku beriman pada Allah dan semua yang datang dari Allah menurut apa yang dimaksudkan Allah. Aku beriman pada RasululLah dan semua yang datang dari RasululLah menurut apa yang dimaksudkan RasululLah

Atau seperti ucapan Imam Ahmad bin Hambal yang diriwayatkan Imam Ibn Qudamah Al Hanbali, saat beliau ditanya soal hadits Nuzul, ru'yah dan qodam :

نؤمن بها ونصدق بها ولا كيف ولا معنى

Kita beriman dan membenarkannya, tanpa menjelaskan kayf (cara) dan tanpa menjelaskan makna.

Cara kedua disebut manhaj kholaf, yakni memahami lafadh selain dari maknanya yang dhohir, pada makna yang mungkin secara bahasa, dengan dalil yang menguatkan pilihan tersebut.

Contoh ta'wil yang masyhur adalah memaknai kata istawa 'ala dengan menguasai, dengan alasan bahwa dalam bahasa Arab kata istawa 'ala memang bisa bermakna menguasai.

Walaupun disebut sebagai manhaj kholaf taghliban, namun sebenarnya ada juga salaf yang menempuh ta'wil dalam memahami Nash Mutasyabih, sebagaimana disebutkan Syaikh Robi' Al Jauhari dalam kitab beliau, atau Imam Al Baihaqi yang mengutip ta'wil Saq dalam Asma' was Shifat dari sahabat Ibn Abbas, atau Al Ghozali yang mengutip ta'wil Imam Ahmad terhadap kata ja-a Robbuka

Kedua cara ini adalah cara yang absah dan benar menurut Asyairoh. Sedangkan menurut sebagian besar Hanabilah, ta'wil tak boleh dilakukan. Mereka memilih tafwidl dan menolak keras ta'wil.

Masalah menjadi makin rumit saat muncul Ibn Taimiyah yang menolak dua duanya. Say no to tafwidl. Say no to ta'wil. Beliau menggagas madzhab baru yang menurut beliau adalah manhaj salaf : Itsbat ma'na dhohir (menetapkan makna denotatif), walaupun berkali kali saya berdiskusi dengan teman teman salafi pengikut Ibn Taimiyah, tak pernah bisa menjelaskan makna denotatif apa yang dipilih untuk Nash Mutasyabih.

Di sinilah Ibn Taimiyah berseberangan jalan dengan banyak ulama' sebelum beliau.

WalLahu a'lam.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Jalan Asyairoh Maturidiyyah dalam Memahami Nash Mutasyabih"

Posting Komentar