Penerimaan Siswa Baru, Silahkan daftarkan putra/putri anda DI MA, MTs, Pesantren, dan atau Panti Asuhan Kami. Segera !!!

HAM dan Islam

Oleh : KH. Ahmad Halimy, SE. M.Pd.I
 
Beberapa waktu lalu bebarapa sahabat mengajak diskusi soal HAM dan Islam. Apakah Islam dan HAM itu kompatibel, saling mendukung dan bisa bersimbiosis atau malah sebaliknya : tidak cocok dan saling bertolak belakang. 

Hal yang patut diiingat adalah bahwa masalah HAM ini adalah masalah yang sebenarnya kuno tetapi baru. Saya percaya bahwa sejak Nabi Adam ada di muka bumi peraturan soal hak dan kewajiban sesama penghuni bumi telah ada. Apalagi Nabi Adam adalah seorang Nabi, membawa ajaran Ilahi untuk menjadi kholifah di bumi (beliau memang tidak direncanakan menjadi kholifah di surga). Namun, istilah HAM sendiri tergolong baru. Pasca revolusi Prancis dan PD II istilah ini menjadi mendunia. Jadi kemunculan HAM dalam peristilahan modern ini punya makna politis : terkait dengan dinamika politik.

Kedua. HAM dalam Islam sebenarnya memiliki perspektif yang berbeda paling tidak dalam 2 hal : 

1. HAM dalam Islam menekankan pada hak orang lain, dan bukan hak diri sendiri. Karena itu HAM dalam Islam bisajadi tidak kompatibel dengan HAM Barat yang menekankan individualisme dan bahkan egoisme. Dalam Islam pengajaran HAM adalah pengajaran akan kewajiban kewajiban atas dasar agama untuk menghormati manusia, dan bukan sebuah alat untuk berbuat seenaknya atas nama persamaan, persaudaraan dan kebebasan (egalite, fraternite dan liberte). 

Dalam kerangka ini sangat dimengerti jika Emha Ainun Nadjib pernah memunculkan istilah KAM (Kewajiban Asasi Manuisa) sebagai bandingan dari HAM. Penekanan pada kewajiban ini juga dikenal dalam ilmu ushul fiqh dengan istilah itsar (mementingkan orang lain) yang dianjurkan dalam agama. 

Dalam khutbah wada' tahun 10 H Nabi berpidato di hadapan sekitar 100.000 orang di Padang Arofah yang artinya kira kira: 

Wahai Manusia. Sesungguhnya darah dan harta kalian adalah terhormat (haram), seperti kehormatan hari Arofah dan  ini tanah haram.

2. HAM dalam Islam (dan agama yang lain mungkin) selalu memiliki dimensi eskatologis dan teologis. Artinya pemenuhan terhadap hak orang lain dilakukan tidak hanya sebagai pelaksanaan imperatif dari undang undang, namun sebagai pelaksanaan perintah Allah Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan manusia. Dalam hadits yang terkenal ada ajaran bahwa makhluk adalah "keluarga" Allah dan bahwa sebaik baik manusia adalah yang paling bermanfaat. 

Dalam kerangka ini pelaksanaan HAM dalam agama besti terkait dengan nilai nilai dan norma agama, sehingga kebebasan penuh tak akan bisa dibolehkan. Dalam kasus LGBT misalnya, tak mungkin Islam membolehkannya atas nama HAM karena hal ini terkait dengan ajaran Islam yang tidak hanya menekankan undang undang sebagai sumber hukum namun juga agama sebagai panduan nilai. 

walLahu a'lam

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HAM dan Islam"

Posting Komentar