Penerimaan Siswa Baru, Silahkan daftarkan putra/putri anda DI MA, MTs, Pesantren, dan atau Panti Asuhan Kami. Segera !!!

Al Ghozali, Sang Mujaddid Islam

Oleh: KH. Ahmad Halimy, SE., M.Pd.I.

Muhammad al Ghozali (1058-1111) adalah salah seorang perintis awal kebangkitan Islam. (Ali Rahnema)
اما فرض الكفاية فهو كل علم لا يستغنى عنه فى قوام امور الدنيا كالطب فإنه ضرورى فى حاجة بقاء الابدان وكالحساب ... فلا يتعجب من قولنا إن الطب والحساب من فروض الكفايات فإن اصول الصناعات ايضا من فروض الكفايات كالفلاحة والحياكة والسياسة بل الحجامة والخياطة فإنه لو خلا البلد من الحجام تسارع الهلاك إليهم وحرجوا بتعريضهم انفسهم إلى الهلاك (إحياء علوم الدين ج 1 ص 17)
Adapun ilmu ilmu yang termasuk fardlu kifayah maka itu adalah ilmu yang dibutuhkan manusia untuk kesejahteraan dunia, seperti ilmu pengobatan untuk kesehatan badan dan matematika … 
Maka jangan heran jika saya katakan ilmu pengobatan dan matematika termasuk ilmu fardlu kifayah, karena ilmu tentang dasar dasar pekerjaaan seperti ilmu pertanian, tekstil, politik dan bahkan ilmu menjahit dan bekam juga termasuk fardlu kifayah. Hal ini karena sebuah negara yang tidak memiliki ahli di bidang ilmu ilmu tersebut akan cepat runtuh, dan mereka berdosa karena mengantarkan diri mereka pada kerusakan. (Ihya' Ulumiddin, juz 1 hal. 17)
Fardlu kifayah dalam bahasa fiqh adalah suatu perbuatan wajib yang jika telah dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, maka gugurlah kewajiban bagi yang lain. Namun perbuatan tersebut masih bisa dianggap sunnah. Jika tak ada yang melakukan maka berdosalah semua kaum muslimin di wilayah tersebut karena tidak melakukan kewajiban tersebut.
Ihya' Ulumiddin adalah sebuah kitab tasawwuf, sangat masyhur, seterkenal pengarangnya :al Imam Hujjatul Islam al Ghozali (tentu bukan tanpa alasan al Ghozali diberi gelar Hujjatul Islam oleh para ulama'). Walaupun demikian, Ihya' juga berbicara hal hal duniawi karena tasawwuf sebenarnya bukanlah sebuah upaya meninggalkan dunia secara lahiriah, namun sebuah upaya memberikan makna spiritual terhadap kehidupan duniawi.
Seperti pada kutipan di sini. al Ghozali menjelaskan bahwa ilmu ilmu duniawi seperti kedokteran, perindustrian, politik, matematika dan pertanian tergolong fardlu kifayah. Artinya, harus ada kaum muslimin yang ahli di bidang tersebut. Jumlahnya pun harus memadai. Jika misalnya untuk 240 juta rakyat Indonesia dibutuhkan 3 juta ahli pengobatan (sebenarnya ahli pengobatan tak mesti dokter, ahli akupunktur dan pengobatan tradisionalpun termasuk ahli pengobatan) maka jumlah ini haruslah disediakan dengan cukup.
Mengapa demikian ?
Karena alasan al Ghozali menggolongkan ilmu ilmu duniawi ini sebagai fardlu kifayah adalah karena ia dibutuhkan untuk tegaknya kesejahteraan bersama suatu masyarakat. Maka jumlahnya harus memadai, dan bukan sekedar ada. Karena kalau sekedar ada, kesejahteraan tak bisa tegak di suatu negara.
Menarik bahasa al Ghozali : jika ilmu ilmu duniawi ini diabaikan dan negara menjadi tidak sejahtera, maka kaum muslimin semuanya berdosa karena mengantarkan diri mereka kepada kerusakan. Sebuah ungkapan menarik, karena ditulis oleh seorang shufi besar.
Karena itu, saya tak pernah percaya jika ada literatur yang menyebutkan bahwa tashawwuf adalah sumber kemunduran ummat Islam. Tashowwuf, yang berisi pencerahan spiritual, justru adalah sumber kebangkitan Islam. Tak mengherankan jika Syaikh Muhammad Abduh yang liberal sekalipun ketika dimintai pendapat oleh Jamaluddin al Qosimi tentang sebuah kitab yang bisa dipakai untuk menggerakkan pencerahan dalam tubuh ummat Islam, Abduh menyarankannya untuk meringkas kitab Ihya' al Ghozali ini. Jadilah al Qosimi menyusun Mau'idhotul Mu'mini, sebuah ringkasan kitab Ihya' Ulumiddin.
Saya juga tak percaya bahwa tashowwuf yang isinya pembersihan hati dari sifat sifat buruk menjadi sumber kemunduran Islam, kecuali jika kita menganggap bahwa ketamakan, kesombongan dan rasa benci dan iri hati adalah sumber kemajuan Islam.
Pesan utama kutipan ini adalah : belajarlah kedokteran, kimia, fisika, matematika, pertanian, teknik, bahasa inggris dan segala ilmu ilmu duniawi yang bermanfaat lainnya, tapi tujuannya tetaplah harus sufistik : bermanfaat bagi pembangunan kesejahteraan bangsa, negara dan manusia.
Semoga Allah merohmati al Ghozali, dan tetap mengalirkan barokahnya di tengah tengah kita.
walLohu a'lam.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Al Ghozali, Sang Mujaddid Islam"

Posting Komentar