Penerimaan Siswa Baru, Silahkan daftarkan putra/putri anda DI MA, MTs, Pesantren, dan atau Panti Asuhan Kami. Segera !!!

Mengajar Sejarah Kebudayaan Islam


Oleh: Ahmad Halimy, SE., M.Pd.I

Ketika mengajar ski di kelas 3 ma, dijelaskan penyebab kemunduran Islam. Hampir di semua buku dijelaskan bahwa penyebab kemunduran Islam adalah pemikiran Islam yang jumud, tertutupnya pintu ijtihad, fanatisme madzhab dan (di beberapa buku teks) ummat Islam yang terjebak dalam kesyirikan

dulu, saya menerima pandangan ini nyaris secara fetakompli, mengingat buku teks hampir semua menulis seperti itu. sebagai lanjutan dan implikasinya, pada bagian pembaharuan Islam hampir pasti nama nama seperti Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab disebutkan pertama kali di hampir semua buku teks. Beliau dianggap menyadarkan ummat Islam atas kesalahan pemahaman mereka terhadap Islam, dan mengajak ummat Islam untuk kembali kepada al Qur'an dan Hadits, seakan akan ummat dan ulama' sebelum beliau tidak memahami al Qur'an dan salah memahami hadits.

Pembaharu kedua nyaris pasti disebut adalah Jamaluddin al Afghani, dan hampir pasti disusul oleh murid beliau : Syaikh Muhammad Abduh, penggas salafi liberal dari Mesir. Untuk al Afghani pemikirannya nyaris tak terbukukan, karena beliau dikenal sebagai lebih dikenal sebagai aktivis politik daripada pemikir yang menuliskan pemikirannya secara sistematis. Namun dari pengaruhnya bisa dipastikan beliau adalah seorang orator ulung dan ahli retorika yang fasih. Abduh berbeda. Dikenal sebagai pemikir yang sampai menjadi syaikhul Azhar (Rektor al Azhar) pemikirannya lebih mudah dibaca. Karya karyanya banyak dan hampir semuanya menunjukkan kecenderungan rasionalisme yang kadang berlebihan. Mungkin karena waktu itu beliau hidup di masa Islam diserang oleh Barat yang sedang "menggilai" rasionalisme. Abduh merasionalkan banyak teks agama, sehingga slogan kembali pada Qur'an dan Hadits versi Abduh adalah ajakan untuk memikirkan teks agama secara rasional dan liberal, berbeda dengan ajakan Muhammad ibn Abdil Wahhab.

Belakangan saya membaca beberapa karya sejarah, dan saya nyaris yakin bahwa pemikiran Islam di masa mutakhir itu tidaklah sejumud yang diperkirakan orang. Ulama' ulama' abad ke 18 dan 19 masih berkarya, dan gambaran kesyirikan di mana mana hanya penggambaran dari teks teks sejarah yang ditulis oleh sejarahwan Wahhabi seperti Utsman Bisyr dan Husain Ghonnam, yang sebenarnya lebih banyak menceritakan wilayah Najd kampung halaman Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab daripada seluruh dunia Islam, sebagaimana tergambar dari judul kitab mereka berdua : Tarikh Najd. Entahlah bagaimana mungkin sejarah Najd bisa dipukul rata ke seluruh dunia Islam, lepas dari kenyataan bahwa versi mereka tentang sejarah Najd pun bisa jadi tak disepakati semua sejarahwan.

Dari beberapa kritik yang dialamatkan pada pemikiran Abduh yang saya baca dalam buku Prof Quraish Shihab tentang Tafsir al Manar dan kritik Syaikh al Buthi dalam as Salafiyyah saya juga mendapat gambaran bahwa tak semua pemikiran Abduh memiliki landasan yang kuat. Artinya, Abduh bukanlah orang yang can do no wrong. Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab, al Afghani dan Abduh bukanlah Nabi yang ma'shum dari kesalahan. Mereka hanyalah pemikir di antara ribuan pemikir dalam khazanah pemikiran Islam. Menganggap mereka sebagai pembaharu boleh boleh saja, karena memang ada yang baru yang mereka bawa yang tidak dibawa oleh ulama' ulama' yang lain. Namun, bukan mereka saja yang membawa hal baru, dan pembaharuan tak selalu identik dengan kemajuan. Banyak hal dari pemikiran mereka --terutama Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab-- menyisakan masalah dalam ummat Islam, terutama bagi orang orang yang fanatik terhadap beliau dan menganggapnya sebagai mujaddid satu satunya di abad 18.

Hasil telaah saya tentang penyebab kemunduran ummat Islam di abad 17 dan seterusnya menyimpulkan bahwa  masalah kejumudan (kebekuan) pemikiran bukanlah faktor utama, apalagi kesyirikan. Masalah penguasaan teknologi, konflik politik internal di kerajaan kerajaan Islam dan korupsi kekuasaanlah biang kerok utama kemunduran ummat Islam. Kalau penyebab sebuah penyakit di sini dan anda mengobatinya di sana, sulit kesembuhan didapatkan.

Dari latar belakang ini kadang saya bertanya tanya : dari mana semua kurikulum SKI ini berasal ? Siapakah perancangnya, dan adakah (atau bolehkah) kita merancang ulang kurikulum ini ?

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mengajar Sejarah Kebudayaan Islam"

Posting Komentar